Sunday, May 1, 2011

Dari Jalan Cikini Ke New York

Salah satu hal yang menarik dalam riwayat Retno ialah "kerakusannya" pada buku-buku imliah. Sikap inilah yang mengantarnya pada hubungan erat dengans alahs atu tokoh terkemuka dari dunia kosmetik Amerika Serikat, yaitu Profesor Irwin I. lubowe, M.D.

Pada tahun 1970, Retno baru saja mendirikan Sub Bagian Kosmetik dan Bedah Kulit (Kosmeto-Dermatologi), dan dia membutuhkan perangkat ilmu yang selengkap-lengkapnya untuk mem-back up idenya dalam merintis dan mengembangkan sub bagian itu. Pada masa itu, awal orde baru, toko buku masih langka. Tempat yang paling baik untuk mencari buku justru kios-kios buku bekas. Tak jarang dia terpaksa mengimpornya dari luar negeri.

Tempat-tempat seperti itu kerap didatangi Retno, entah secara iseng atau khusus untuk mencari-cari sumber bacaan yang dapat dipakai sebagai referensi. “Karena saya harus benar-benar yakin dengan ilmu yang saya kembangkan,” tanda Retno. Banyak buku dibelinya dengan cara ini, yang sebagian besar kini masih tersimpan rapi di perpustakaan Ristra.

Sebagaimana biasa, tanpa rencana, pada sutau hari singgalah dia di kios buku favoritnya di Pasar Cikini, tak jauh dari tempat praktiknya di Menteng. Matanya tiba-tiba terpikat pada dua judul buku saku, yang terselip di antara tumpukan buku-buku lainnya. Buku karangan Prof. Lubowe dan karangan J. Bedford Shelmire, J., M.D. Kedua penulis merupakan dokter kulit tersohor dari Amerika Serikat yang menulis tentang seluk beluk kosmetik dari kulit.

“Setelah saya lama mencari apakah ilmu yang saya kembangkan itu benar atau tidak, pada akhirnya saya menemukan juga buku yang ditulis dua dokter kulit tersebut,” kisah Retno mengenang. Kini Retno mengetahui, dirinya bukanlah lonely fighter. Ada dokter-dokter dan bahkan cabang kedokteran, yang meneliti dan mempelajari hubungan antara kosmetik dan kulit di Amerika, seperti yang tengah dilakukannya saat itu. Membaca dan mempelajari buku tidaklah cukup. Akan lebih elok lagi, jika bisa bertemu dan berbincang langsung dengan penulisnya. Berdiskusi, guna menimba ilmu dari tokoh yang terkenal itu.

“Saya harus bertemu dan berdiskusi, paling tidak dengan salah satu dari mereka untuk meyakinkan ilmu yang sedang saya perdalam demi masyarakat Indonesia. Siapa tahu mereka bisa menyumbang ide untuk mengembangkan dunia kosmetik Indonesia,” tekad Retno waktu itu.

Kadang-kadang dia “bermimpi” mereka akan mengunjungi Indonesia, tetapi tak pernah terlaksana. Mendekati akhir decade 70-an, hubungan internasional yang dijalin ke segala arah mulai memetik buah. Dia didaulat menjadi salah satu panitia Kongres Regional Dermatologi yang diselenggarakan di Bali pada 1978.

“Pada kongres itu perwakilan anggota dari semua Negara Asia direncanakan datang. Saya pikir sudah waktunya saya mencoba mendatangkan Prof. Lubowe atau Dr. Shelmire. Kalau mereka datang, yang akan dibicarakan bukan hanya kosmetik, tetapi hubungan antara kosmetik dan kedokteran. Ya, ini yang dinantikan selama ini. Akan ada dokter yang berbicara khusus tentang kosmetik, “ gagas Retno waktu itu.

Bukanlah jalan yang mudah untuk mendatangkan ahli-ahli itu. Alamat mereka pun tidak diketahui. Satu-satunya informasi yang dimiliki, hanya nama penerbit yang tertera pada sampul buku kedua ahli itu. Dengan modal itu Retno menemukan alamat penerbit dan penerbit itulah yang kemudian meneruskan surat-surat Retno kepada Prof. Lubowe dan Dr. Shelmire.

Setelah dua minggu, balasan pertama pun datang dari Dr. Shelmire. Dia tak bisa hadir dan meminta maaf karena sudah ada janji lain. Apakah Prof. Lubowe akan juga demikian sehingga kongres bakal berlangsung tanpa “bintang”?  Ini meresahkan Retno. Ternyata setelah sabar menunggu-nunggu selama satu minggu, akhirnya datang surat balasan kedua dari Prof. Lubowe. Dia menyatakan kesediaan untuk hadir dan membawakan makalah!.

“Waktu itu, saya merasa lega mendapat back up dari guru besar New York Medical College itu. Saya yakin kongres yang saya organisasikan itu akan sukses,” lanjut Retno.

Satu tahun kemudian tibalah saat Regional Congress of Dermatology (1978) di Bali. Kehadiran Prof Lubowe di kongres sangatlah penting karena dia adalah pembicara internasional yang pertama kali mengenalkan kaitan antara ilmu kosmetik dan kedokteran di Indonesia. Di tengah situasi politik ketika kontak dengan Amerika rumit dan langka terjadi, lanjut Retno,  “Saya bisa mengundangnya pada kongres itu dan lebih luar biasa lagi karena kami sesungguhnya sepaham.”

No comments:

Post a Comment